Juni 2025 diperkirakan akan diwarnai dengan deflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan data Indeks Harga Konsumen (IHK) pada awal Juli 2025, dan konsensus pasar menunjukkan adanya potensi penurunan harga secara bulanan (month-to-month/mtm) sebesar 0,06%. Sementara itu, secara tahunan (year-on-year/yoy), IHK diproyeksikan masih mengalami inflasi sebesar 1,75%. Pertanyaannya, apa arti deflasi ini bagi para investor, khususnya mereka yang berinvestasi pada aset seperti emas dan indeks?
Deflasi, atau penurunan harga barang dan jasa secara umum, seringkali dilihat sebagai fenomena negatif. Namun, dampaknya terhadap perekonomian dan pasar investasi bisa jadi kompleks. Di satu sisi, deflasi bisa menguntungkan konsumen karena daya beli mereka meningkat. Dengan kata lain, uang yang sama bisa membeli lebih banyak barang. Penurunan harga pangan dan energi, misalnya, tentu akan meringankan beban pengeluaran rumah tangga.
Di sisi lain, deflasi yang berkepanjangan dapat memicu spiral deflasi yang berbahaya. Ketika konsumen menunda pembelian karena berharap harga akan terus turun, permintaan agregat melemah. Hal ini memaksa produsen untuk menurunkan harga lebih lanjut, yang pada gilirannya dapat mengurangi keuntungan perusahaan dan bahkan menyebabkan kebangkrutan. Investasi pun terhambat karena prospek keuntungan menjadi tidak pasti.
Beberapa faktor diperkirakan menjadi pendorong deflasi pada Juni 2025. Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang, menyebutkan penurunan harga komoditas pangan seperti minyak goreng, gula, daging sapi, ayam, kedelai, cabai, dan bawang putih. Selain itu, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi juga mengalami penurunan seiring dengan melemahnya harga minyak global. Bahkan, harga emas dan perhiasan juga tercatat mengalami penurunan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua harga barang mengalami penurunan. Kepala ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengamati bahwa beberapa harga pangan justru kembali naik setelah mengalami penurunan sebelumnya. Kenaikan harga bawang merah dan beras, misalnya, dapat memicu inflasi pada kelompok harga bergejolak (volatile food).
Lalu, bagaimana deflasi ini mempengaruhi investasi pada emas dan indeks? Secara historis, emas sering dianggap sebagai aset safe haven atau tempat berlindung yang aman di tengah ketidakpastian ekonomi. Ketika terjadi deflasi, nilai mata uang cenderung menguat. Hal ini dapat menekan harga emas dalam mata uang lokal. Namun, di sisi lain, deflasi juga dapat meningkatkan permintaan terhadap emas sebagai aset lindung nilai terhadap risiko penurunan nilai aset lainnya.
Sementara itu, dampak deflasi terhadap indeks saham bisa bervariasi tergantung pada sektor ekonomi yang paling terpengaruh. Sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan harga, seperti sektor konsumer dan energi, mungkin akan mengalami tekanan. Namun, sektor-sektor yang lebih defensif, seperti sektor kesehatan dan utilitas, mungkin akan lebih tahan terhadap dampak deflasi.
Menghadapi potensi deflasi, investor perlu mempertimbangkan beberapa strategi. Pertama, diversifikasi portofolio menjadi kunci. Jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang. Alokasikan dana ke berbagai jenis aset, termasuk emas, obligasi pemerintah, dan saham dari sektor-sektor yang defensif.
Kedua, perhatikan dengan seksama perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah. Bank sentral biasanya akan merespons deflasi dengan kebijakan moneter yang akomodatif, seperti menurunkan suku bunga atau melakukan quantitative easing. Kebijakan ini dapat mempengaruhi nilai tukar mata uang dan harga aset.
Ketiga, jangan panik. Deflasi tidak selalu berarti kiamat bagi pasar investasi. Dengan strategi yang tepat, investor justru dapat memanfaatkan peluang yang muncul akibat penurunan harga aset.
Sebagai penutup, deflasi Juni 2025 menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi para investor. Memahami faktor-faktor pendorong deflasi dan dampaknya terhadap berbagai jenis aset akan membantu investor membuat keputusan yang lebih cerdas dan mengoptimalkan potensi keuntungan. Penting untuk diingat bahwa investasi selalu melibatkan risiko, dan tidak ada jaminan keuntungan. Namun, dengan pengetahuan dan strategi yang tepat, investor dapat meningkatkan peluang keberhasilan mereka.