Pergerakan harga emas di pasar global saat ini menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi, dipengaruhi oleh berbagai sentimen, terutama dari Amerika Serikat (AS). Meskipun sempat mencatatkan penguatan, emas juga mengalami penurunan signifikan dalam beberapa waktu terakhir, membuat investor bertanya-tanya tentang arah tren selanjutnya.
Dalam sepekan terakhir, harga emas sempat menguat 0,62%. Namun, pada hari Jumat (6 Juni 2025), harga emas mengalami penurunan tajam. Data Refinitiv menunjukkan harga emas ditutup pada US$ 3.309,67 per troy ons, mengalami penurunan sebesar 1,3%. Sebelumnya, emas juga sempat mengalami penurunan sebesar 2,02% pada minggu sebelumnya. Penurunan ini dipicu oleh laporan Departemen Tenaga Kerja AS yang menunjukkan peningkatan non-farm payrolls yang lebih baik dari perkiraan, mengindikasikan potensi The Fed untuk mempertahankan suku bunga lebih lama.
Data tenaga kerja AS yang lebih baik dari perkiraan memberikan tekanan pada harga emas. Edward Meir, analis dari Marex, menyampaikan bahwa data tersebut mengisyaratkan The Fed mungkin akan menunda pemangkasan suku bunga. Akibatnya, ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga The Fed bergeser, dengan pelaku pasar memperkirakan pemangkasan baru akan terjadi pada bulan September, dan hanya satu kali lagi hingga akhir tahun. Hal ini menyebabkan berkurangnya minat terhadap emas sebagai aset safe haven.
Emas sering dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik. Namun, suku bunga yang lebih tinggi cenderung mengurangi daya tarik emas karena emas tidak memberikan imbal hasil. Kenaikan suku bunga membuat instrumen investasi lain, seperti obligasi pemerintah AS (US Treasury), menjadi lebih menarik. Data tenaga kerja yang positif juga mendorong penguatan dolar AS dan imbal hasil US Treasury, yang semakin menekan harga emas.
Indeks dolar AS mencapai level tertinggi dalam lima hari terakhir, sementara imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun melonjak ke level tertinggi sejak 27 Mei 2025. Penguatan dolar AS membuat harga emas menjadi lebih mahal bagi investor yang menggunakan mata uang lain. Selain itu, karena emas tidak menawarkan imbal hasil, kenaikan imbal hasil US Treasury mengurangi daya tarik emas sebagai aset investasi.
Jigar Trivedi, Analis Riset Senior di Reliance Securities, menyoroti pentingnya investor untuk memantau perkembangan hubungan antara Presiden Trump dan Elon Musk, serta negosiasi tarif AS. Trivedi juga mencatat bahwa emas telah diperdagangkan dalam kisaran US$ 3.200-3.400 per troy ons, dan kisaran ini akan menjadi kunci untuk pergerakan selanjutnya. Penutupan di atas US$ 3.400 per troy ons dapat membuka peluang untuk reli hingga US$ 3.500 per troy ons dalam beberapa minggu mendatang. Sebaliknya, penutupan di bawah US$ 3.200 per troy ons dapat menyebabkan penurunan ke US$ 3.100 per troy ons.
Meskipun terdapat tekanan dari data ekonomi AS yang positif, Trivedi tetap mempertahankan nada dasar bullish untuk emas. Hal ini didukung oleh potensi melemahnya dolar AS, ketidakpastian ekonomi global, perang dagang, dan meningkatnya risiko geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Faktor-faktor ini dapat memicu kembali minat investor terhadap emas sebagai aset lindung nilai.
Secara keseluruhan, pasar emas saat ini menunjukkan dinamika yang kompleks. Investor perlu mencermati data ekonomi global, kebijakan moneter The Fed, dan perkembangan geopolitik untuk mengambil keputusan investasi yang tepat. Meskipun terdapat potensi tekanan dari kenaikan suku bunga dan penguatan dolar AS, faktor-faktor seperti ketidakpastian ekonomi dan risiko geopolitik dapat memberikan dukungan bagi harga emas dalam jangka panjang. Penting bagi investor untuk melakukan analisis yang cermat dan mempertimbangkan toleransi risiko sebelum berinvestasi di emas.